Hai masa laluku,
Apa kabar? sudah lama tidak mendengar kabar darimu. Tidak banyak yang terjadi padaku. Tapi aku harap hal yang menyenangkan terjadi padamu. Aku selalu berharap yang terbaik untuk kamu.
Terima kasih karena kamu pernah menjadi bagian dari perjalananku. Tenang saja, aku tak akan melupakanmu. Kamu telah menjadi penguat langkahku. Semua yang pernah aku alami bersamamu begitu membekas dan mampu membentukku menjadi seperti sekarang.
Kamu sedang apa? Bagaimana dengan kuliah yang saat ini sedang kau lanjutkan bersamaan dengan karirmu dan teman-temanmu yang menyenangkan itu? Aku harap mereka masih membuatmu bahagia. Aku rindu tawamu sebelum kita mengenal jarak.
Aku tak tahu kenapa aku menuliskan ini untukmu, aku rasa aku ingin berdamai dan mendewasakan diri. Banyak hal yang belum sempat aku sampaikan dan aku sangat ingin membicarakannya padamu. Tapi bertemu denganmu aku rasa bukan ide yang bagus. Bukan, bukan karena aku benci melihatmu tapi untuk saat ini, lebih baik seperti ini saja.
Salam hangat,
Masa lalumu
Sabtu kali ini sendu. Aku lebih memilih untuk duduk sendiri di coffee shop ini. Kulihat beberapa pasang kekasih yang berteduh diluar. Ini rutinitasku. Menikmati akhir pekan ditemani secangkir caramel macchiato hangat. Hujan yang tak kunjung henti membuatku enggan untuk bergeser sedikitpun dari tempat dudukku. Tak banyak yang kulakukan. Hanya memandang jalanan, membiarkan lamunanku bertualang keluar. Ah andai saja Mika masih hidup. Ia pasti akan menemaniku disini. Walaupun dia juga akan mencelotehiku tentang banyaknya kopi yang sudah aku minum hari ini. Mika tidak suka kopi.
"Tari?" ucap suara dibelakangku. Cukup membuatku tersentak dan memaksa lamunanku untuk kembali menyatu dengan alam sadarku. Itu suara Langit, kawanku. Suatu kebetulan melihatnya disini. Sudah 3 tahun aku tidak bertemu dengannya.
"Eh, Langit? Hey! It's been a long time!" Ujarku seraya menjabat tangannya. Sudut mataku menangkap pria berkacamata berambut sebahu yang bersamanya. Mirip Mika, tapi kulitnya lebih gelap.
Rupanya Langit dan kawan-kawannya adalah band yang perform malam ini. Mataku tak lepas dari Sena. Ya, pria yang mencuri perhatianku itu namanya Sena. kudengar Langit memanggil namanya sebelum mereka bersiap untuk perform. Tidak ada perkenalan formal antara aku dan kawannya Langit karena mereka sedang diburu waktu.
Aku menyesap kopiku yang tinggal sedikit. Mengalihkan pandanganku kembali ke jalan. Hujannya sudah reda. Aku bersiap pulang, menghindari hujan yang bisa datang lagi kapan saja.
"Sir, I'm a bit nerveous 'bout being here today
still not real sure what i'm going to say"
Sontak aku menoleh kearah Langit dan kawan-kawannya. Sena. Dia yang ada dibalik microphone.
"so bare with me please if I take up too much of your time
see in this box is a ring for your oldest"
Suaranya membuatku terpana. Aku pun akhirnya kembali duduk dan pindah posisi hanya untuk melihat Sena lebih jelas. Aku lihat ia menatapku dan senyuman tipis tersungging di bibirnya. Jantungku mencelos.
Apa kamu pernah dengar istilah cinta pada pandangan pertama? Apa itu juga bisa berlaku untuk cinta pada pendengaran pertama? Terdengar konyol kah?
Aku mengurungkan niatku untuk pulang. Hanya agar dapat mendengar suara itu. Tanpa sadar aku tersenyum dan jantungku berdegup kencang. Aku menikmati lagu demi lagu yang mereka mainkan. Tidak kusangka aku bisa merasakan kupu-kupu terbang diperutku. Ini menyenangkan. Malam makin larut dan mataku masih tak dapat terlepas dari Sena. Sesekali aku mengalihkan pandangan saat Sena melihat kearahku. Langit dan bandnya menutup performance malam itu dengan lagu Aerosmith - I Don't Wanna Miss A Thing diiringi applause dari penonton.
"Kalian keren mainnya!" Pujiku yang dibalas dengan ucapan terima kasih dari mereka setelah kembali ke meja didekatku. Kulihat Sena bergegas untuk pulang disaat Langit dan kawannya yang lain duduk dan memesan kopi. Agak kecewa memang, karena tujuanku menunggu adalah Sena.
Kuharap aku bisa bertemu dengannya lagi. Aku ingin mendengar suaranya lebih banyak lagi, lebih lama lagi. Suara yang membuatku lupa akan Mika.
dua insan berselimut sepi
dipersatukan diantara suara bising pinggir kota
diantara gesekan besi yang berenergi
menghiraukan hiruk pikuk sekitarnya
bersama merajut asa
dengan benang yang terlihat indah berwarna-warni
terhanyut
hingga lupa kala waktu tak pernah berhenti
hantu didalam ragamu muncul
mencabik tiap senti otakku
pun memporak-porandakan organ dalam ronggamu
tak bernyawa
tapi ia masih disitu
memainkan kembali peranannya
memperdaya raga-raga rupawan yang mencandumu
aku sedang tak berselera untuk kau siksa
lebih baik aku kembali
dengan separuh hati yang membiru
kini aku menepi untuk mengusap luka
terduduklah seorang insan berselimut sepi
kembali
mereka bilang rasa ini salah
mereka bilang aku bebal
mereka bilang kamu bodoh
kamu bilang rasa ini membebanimu
kamu bilang aku berhak bahagia
kamu bilang kamu sudah menghapusku
aku bilang rasa ini yang paling nyata
aku bilang aku tidak ingin menjadi benar
aku bilang kamu ..... ah sudahlah
beberapa hari yang lalu salah seorang rekan kerjaku bertanya padaku, "kamu lebih baik dicintai atau disayangi?" tanpa berpikir panjang aku pun langsung menjawab "aku lebih baik disayangi."
dalam hal asmara, menurutku rasa terdalam yang pernah seseorang alami adalah rasa sayang. bukan cinta. kata "aku sangat mencintaimu" terdengar gombal ditelingaku tetapi tidak dengan kata "aku sangat menyayangimu", itu justru terdengar manis.
ada beberapa pepatah yang menurutku lucu, "cinta itu buta." dan "kalau sudah cinta, kotoran kucing pun rasa cokelat." haha! jangan mau dibutakan oleh cinta. apalagi dibodohi. selamanya kotoran kucing akan tetap menjadi kotoran. cinta tidak mampu membuatmu berpikir logis.
beberapa orang disekitarku mengalami rasa yang aku yakin dapat mendeskripsikan cinta buta. aku kenal baik dengan orang yang lantas berpikir untuk mengakhiri hidupnya saat putus cinta. aku juga kenal dengan orang yang berubah "jahat" setelah disakiti cinta.
sungguh sangat disayangkan jika cinta membuatmu membenci saat ia tidak lagi berpihak denganmu.
bagaimana denganmu?
kamu lebih baik dicintai atau disayangi?
Pergolakan yang mungkin sudah terlalu lama ia pendam.
Menunggu dalam kekhawatiran.
Emosinya tumpah.
Entah berapa baris kata yang mampu aku kirimkan. Mencoba menetralkan emosinya ternyata seperti menenangkan singa yang baru saja tertembak.
Memoriku terpental ke 19 November tahun lalu.
Aku lakukan cara yang sama.
Ya, kalian mungkin sudah tau apa konsekuensi menenangkan singa jantan yang sedang berada dipuncak kekesalan.
Tapi satu hal yang perlu kalian tau,
Sebetulnya aku sendiri (bisa dibilang) tidak percaya cinta. Kata kerja itu tidak pernah benar-benar terasa nyata di kehidupanku. Aku ingat, waktu itu aku pernah berucap "cinta itu omong kosong. Hanya ada suka dan sayang. Sudah. Tidak ada tingkatan yang lebih tinggi dari sayang."
"Kekasihku tampan."
"Oh, dia pandai."
Bukankah itu juga termasuk alasan?
"Kenapa?"
Seketika aku terdiam saat salah seorang sahabatku menanyakan kenapa aku jatuh cinta. Tenggorokanku serasa tercekat, tidak bisa mengucap sepatah kata pun. Sampai saat ini pun aku tidak dapat menemukan jawabannya.
"Aku dan kamu itu beda"
Pernyataan yang terlontar dari bibirnya seakan menamparku. Memaksaku bangun dari kenyataan. Aku dan dia tidak akan pernah menjadi kita.