dua insan berselimut sepi
dipersatukan diantara suara bising pinggir kota
diantara gesekan besi yang berenergi
menghiraukan hiruk pikuk sekitarnya
bersama merajut asa
dengan benang yang terlihat indah berwarna-warni
terhanyut
hingga lupa kala waktu tak pernah berhenti
hantu didalam ragamu muncul
mencabik tiap senti otakku
pun memporak-porandakan organ dalam ronggamu
tak bernyawa
tapi ia masih disitu
memainkan kembali peranannya
memperdaya raga-raga rupawan yang mencandumu
aku sedang tak berselera untuk kau siksa
lebih baik aku kembali
dengan separuh hati yang membiru
kini aku menepi untuk mengusap luka
terduduklah seorang insan berselimut sepi
kembali
beberapa hari yang lalu salah seorang rekan kerjaku bertanya padaku, "kamu lebih baik dicintai atau disayangi?" tanpa berpikir panjang aku pun langsung menjawab "aku lebih baik disayangi."
dalam hal asmara, menurutku rasa terdalam yang pernah seseorang alami adalah rasa sayang. bukan cinta. kata "aku sangat mencintaimu" terdengar gombal ditelingaku tetapi tidak dengan kata "aku sangat menyayangimu", itu justru terdengar manis.
ada beberapa pepatah yang menurutku lucu, "cinta itu buta." dan "kalau sudah cinta, kotoran kucing pun rasa cokelat." haha! jangan mau dibutakan oleh cinta. apalagi dibodohi. selamanya kotoran kucing akan tetap menjadi kotoran. cinta tidak mampu membuatmu berpikir logis.
beberapa orang disekitarku mengalami rasa yang aku yakin dapat mendeskripsikan cinta buta. aku kenal baik dengan orang yang lantas berpikir untuk mengakhiri hidupnya saat putus cinta. aku juga kenal dengan orang yang berubah "jahat" setelah disakiti cinta.
sungguh sangat disayangkan jika cinta membuatmu membenci saat ia tidak lagi berpihak denganmu.
bagaimana denganmu?
kamu lebih baik dicintai atau disayangi?
Pergolakan yang mungkin sudah terlalu lama ia pendam.
Menunggu dalam kekhawatiran.
Emosinya tumpah.
Entah berapa baris kata yang mampu aku kirimkan. Mencoba menetralkan emosinya ternyata seperti menenangkan singa yang baru saja tertembak.
Memoriku terpental ke 19 November tahun lalu.
Aku lakukan cara yang sama.
Ya, kalian mungkin sudah tau apa konsekuensi menenangkan singa jantan yang sedang berada dipuncak kekesalan.
Tapi satu hal yang perlu kalian tau,
ada sesuatu yang membuatku kembali terdampar disini. terlalu banyak hal terlewat. berbagai macam hal. tetapi ada satu hal yang sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah bagiku.
diacuhkan.
bahkan kedua tangan inipun tidak mampu menjelaskan berapa kali aku diacuhkan.
kamu, kalian, mereka.
apakah mungkin semua berkomplot, membentuk sebuah kubu untuk mengacuhkanku?
haha. terdengar berlebihan memang.
tetapi bukan itu yang mengganggu pikiranku.
mungkin mereka berbuat seperti itu karena aku terlalu lemah.
atau mungkin hal itu terlalu adiktif?
aku rapuh.
mereka yang mengacuhkanku tanpa sebab hampir semua berakhir dengan rayuan agar mereka berhenti melakukan itu padaku. aku mengalah. ada yang lebih gila lagi jika aku merasa rayuanku tidaklah cukup. permintaan maaf yang membesarkan ego mereka. permintaan maaf dari seseorang yang tidak tau atau bahkan memang tidak melakukan kesalahan apapun.
bukankah itu adiktif?
aku menyerah.
batu yang keraspun jika berkali-kali ditetesi air akan berlubang juga.
apalagi hati.
aku mohon, stop. bisa?
aku tega.
bagiku, orang yang memperlakukanku dengan tidak baik pun perlu merasakan hal yang sama. aku bisa lebih tega dari mereka. setahun pun aku sanggup hidup tanpa mereka.
aku sensitif.
kedua tanganku memang tidak sanggup menghitung berapa kali aku diacuhkan, tapi masih sanggup untuk menutup kedua telingaku dari perkataan-perkataan tajam yang mungkin saja mereka lontarkan.
begitu juga dengan kedua mataku yang masih sanggup mencegahku melihat kenyataan yang terjadi didepanku.
aku belajar,
mengalah boleh.
terlalu sering mengalah dan meminta maaf tanpa tau letak kesalahanku bisa menjadi bumerang.
semacam memberi pembenaran pada kebiasaan yang sebenernya tidak baik.
postinganku kali ini, juga boleh kamu acuhkan :)
"coba kamu pecahkan piring indah dari porselen itu" // "kamu gila. piring ini terlalu berharga"
"pecahkan saja" // "ya, sudah kupecahkan. lalu?"
"minta maaf pada piring itu." // "maaf.."
"apakah piring indah itu masih bisa berfungsi?" // "tidak.. tapi bisa kuperbaiki agar berfungsi kembali"
"silahkan kau perbaiki. dengan cara apapun yang kamu suka. tapi, apakah piring itu akan kembali indah seperti sedia kala?" // "tidak..."
"begitu juga dengan hatiku."